Rabu, 08 Februari 2012

teori sigmund freud


TEORI   KEPRIBADIAN PSIKOANALISIS (SIGMUND FREUD)

A.                SEJARAH SINGKAT FREUD
Menurut Sumadi, (2005: 121) Sigmun Freud  ialah bapak psikoanalisis lahir di Moravia pada tanggal 6 Mei dan meninggal di London pada tanggal 23 september 1939. Selama hampir 80 tahun freud tinggal di Wina dan baru meninggal kota ketika Nazi menaklukan Austria. Freud bercita-cita ingin menjadi ahli ilmu pengetahuan dan dengan keinginan itu pada tahun 1873 masuk fakultas kedokteran Wina , tamat tahun 1881.   
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan pada awalnya bahwa prilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.
Pengalaman seksual dari Ibu, seperti menyusui, selanjutnya mengalami perkembangannya atau tersublimasi hingga memunculkan berbagai prilaku lain yang disesuaikan dengan aturan norma masyarakat atau norma Ayah. Namun dalam perjalanannya setelah kolega kerjanya Alferd Adler, mengungkapkan adanya insting mati didalam diri manusia, walaupun Freud pada awalnya menolak pernyataan Adler tersebut dengan menyangkalnya habis-habisan, namun pada akhirnya Freudpun mensejajarkan atau tidak menunggalkan insting seksual saja yang ada didalam diri manusia, namun disandingkan dengan insting mati (Thanatos). Walaupun begitu dia tidak pernah menyinggung asal teori tersebut sebetulnya dikemukakan oleh Adler awal mulanya.
Freud tertarik dan belajar hipnotis di Perancis, lalu menggunakannya untuk membantu penderita penyakit mental. Freud kemudian meninggalkan hipnotis setelah ia berhasil menggunakan metode baru untuk menyembuhkan penderita tekanan Psikologis yaitu asosiasi bebas dan analisis mimpi. Dasar terciptanya metode tersebut adalah dari konsep alam bawah sadar, asosiasi bebas adalah metode yang digunakan untuk mengungkap masalah-masalah yang ditekan oleh diri seseorang namun terus mendorong keluar secara tidak disadari hingga menimbulkan permasalahan. Sedangkan Analisis Mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil di-ungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.

B.                 LATAR BELAKANG LAHIRNYA PSIKOANALISIS

Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Pada mulanya istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud saja, sehingga "psikoanalisis" dan "psikoanalisis" Freud sama artinya. Bila beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan menempuh jalan sendiri-sendiri, mereka juga meninggalkan istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukan ajaran mereka.
Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan Alfred Adler, yang menciptakan nama "psikologi analitis" (en: Analitycal psychology) dan "psikologi individual" (en: Individual psychology) bagi ajaran masing-masing. Psikoanalisis memiliki tiga penerapan, antara lain:
 1) suatu metoda penelitian dari pikiran;
2) suatu ilmu pengetahuan sistematis mengenai perilaku manusia; dan
3) suatu metoda perlakuan terhadap penyakit psikologis atau emosional.


C.                 STRUKTUR KEPRIBADIAN

Dalam teori psikoanalitik, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari  id, ego dan superego. Id adalah komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan libinal, dimana sistem kerjanya dengan prinsip kesenangan “pleasure principle”. Ego adalah bagian kepribadian yang bertugas sebagai pelaksana, dimana sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai realita dan berhubungan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongan-dorongan id agar tidak melanggar nilai-nilai superego. Superego adalah bagian moral dari kepribadian manusia, karena ia merupakan filter dari sensor baik- buruk, salah- benar, boleh- tidak sesuatu yang dilakukan oleh dorongan ego.
Menurut Calvil S. Hall dan Lindzey, dalam psikodinamika masing-masing bagian dari kepribadian total mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja dinamika dan mekanisme tersendiri, namun semuanya berinteraksi begitu erat satu sama lainnya, sehingga tidak mungkin dipisahkan. Id bagian tertua dari aparatur mental dan merupakan komponen terpenting sepanjang hidup. Id dan instink-instink lainnya mencerminkan tujuan sejati kehidupan organisme individual. Jadi id merupakan pihak dominan dalam kemitraan struktur kepribadian manusia.
Menurut S. Hall dan Lindzey, dalam Sumadi Suryabarata, cara kerja masing-masing struktur dalam pembentukan kepribadian adalah:
Ø    apabila rasa id-nya menguasai sebahagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak primitif, implusif dan agresif dan ia akan mengubar impuls-impuls primitifnya,
Ø    apabila rasa ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya bertindak dengan cara-cara yang realistik, logis, dan rasional, dan
Ø    apabila rasa super ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak pada hal-hal yang bersifat moralitas, mengejar hal-hal yang sempurna yang kadang-kadang irrasional.
Jadi untuk lebih jelasnya sistem kerja ketiga struktur kepribadian manusia tersebut adalah:
1.                  Id merupakan sistem kepribadian yang orisinil, dimana ketika manusia itu dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena ia merupakan sumber utama dari energi psikis dan tempat timbulnya instink. Id tidak memiliki organisasi, buta, dan banyak tuntutan dengan selalu memaksakan kehendaknya. Seperti yang ditegaskan oleh A. Supratika, bahwa aktivitas Id dikendalikan oleh prinsip kenikmatan dan proses primer.
2.                  Ego mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya. Di sini ego berperan sebagai “eksekutif” yang memerintah, mengatur dan mengendalikan kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti “polisi lalulintas” yang selalu mengontrol jalannya id, super- ego dan dunia luar. Ia bertindak sebagai penengah antara instink dengan dunia di sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dari suatu organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah kerja Id dan yang memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta melaksanakan itu adalah kerja ego. Sedangkan yang
3.                  superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter dari kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-tidak dan sebagainya. Di sini superego bertindak sebagai  sesuatu yang ideal,  yang sesuai dengan norma-norma moral masyarakat.

D.                DINAMIKA KEPRIBADIAN

Menurut Sumadi, ( 2005 : 129 ) hukum penyimpangan tenaga (conservation of energy) maka energy dapat berpindah dari satu tempat ketempat yang lain , tetapi tidak dapat hilang.berdasarkan pada pemikiran itu freud berpendapat bahwa energy psikis dapat di pindahkan ke energy fisiplogis dan sebaliknya .jembatan energy tubuh dengan kepribadian ialah dengan instink-instinknya .
1.      Instink adalah sumber perangsang somatis dalam yang di bawa sejak lahir , perangsang psikologis(kebutuhan) , dan perangsang jasmani(keinginan).
Suatu instink itu mempunyai empat macam sifat , yaitu :
Ø  .Sumber instink yaitu kondisi jasmaniah , yaitu kebutuhan
Ø  Tujuan instink yaitu menghilangkan rangsangan kejasmanian , sehingga ketidak enakan dapat di tiadakan .
Ø  Objek instink yaitu segala aktifitas yang mengatasi keinginan dan terpenuhinya keinginan itu.
Ø  Pendorong atau penggerak insting adalah kekuatan insting yang tergantung kepada intensitas (besar kecilnya ) kebutuhan.

Freud menerima bahwa bermacam-macam insting itu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok ,yaitu:
a.       Insting-insting hidup
Fungsi-fungsi insting hidup ialah melayani maksud individu untuk tetap hidup dan memperpanjang ras.
b.      Insting-insting mati
Insting – insting mati disebut juga insting-insting merusak ( desruktif ), yang fungsinya kurang jelas jika dibandingkan dengan insting-insting hidup, karenanya tidak begitu dikenal.
2.      Distribusi dan penggunaan energi psikis
Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana energy psikis itu di distibusikan serta digunakan oleh das Es, das Ich dan das Ueber Ich. Pada mulanya das Es yang memiliki semua energi dan mempergunakannya untuk gerakan-gerakkan refleks dan pemenuhan keinginan. Das Ich tidak mempunayi energi sendiri, maka dia harus meminjamnya daari das Es.  Jadi harus ada perpindahan energi dari das Es ke das Ich yang terjadi karena suatu mekanisme yang disebut identifikasi.
3.      Kecemasan atau ketakutan
Dinamika kepribadian sebagian besar dikuasai oleh keharusa untuk memuasakan kebutuhan dengan cara berhubungan dengan objek-objek di dunia luar, lingkungan menyediakan makan orang yang lapar dan mimuman bagi orang yang haus, disamping itu juga berisikan daerah-daerah yang bebahaya dan tidak aman, jadi lingkungan dapat memberikan kepuasan maupun mengancam.
            Biasanya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakkan yang belum dihadapinya adalah menjadi cemas atau takut. Orang yang merasa terancam adalah orang penakut.
Freud mengemukakan ada tiga macam kecemasan, yaitu :
1.      Kecemasan realities
2.      Kecemasan neurotis
3.      Kecemasan moral adalah kecemasan kata hati

Fungsi kecemasan atau ketakutan itu ialah untuk memperingatkan orang akan datangnya bahaya sebagai isarat bagi das Ich. Kecemasan atau  kekuatanyang tidak dapat dikuasai dengan tindakkan-tindakkan yang efektif disebut kekuatan traumatis.

E.                 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN

Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap.
Menurut Freud, kepribadian orang terbentuk pada usia sekitar 5-6 tahun (dalam A.Supratika), yaitu:
 (1) tahap oral,
(2) tahap anal: 1-3 tahun,
(3) tahap palus: 3-6 tahun,
(4) tahap laten: 6-12 tahun,
(5) tahap genetal: 12-18 tahun,
 (6) tahap dewasa, yang terbagi dewasa awal, usia setengah baya dan usia senja.

F.                   PENYIMPANGAN KEPRIBADIAN

Sumber kepribadian yang abnormal, menurut hansen JC Stevic RR dan warner (1977) membagi atas dua yaitu:
1.      Ketidak sesuaian dan ketidak efektifan antara kerja ID, ego, dan super ego
Akibat ketidak efektifn kerja id, ego, super ego akan menimbulkan kecemasan pada diri individu, karena mungkin ada yang di represi, dan yang direpresi itu setiap kali ingin muncul kedalam kesadaran. Orang yang insomia, selalu cemas dan phobia hal ini banyak disebabkan oleh unsur egonya tidak berjalan dengan baik
2.      Proses belajar pada masa kanak-kanak yang tidak sesuai atau tidak benar
Proses belajar pada masa kanak-kanak atau yang tidak benar misalnya anak terlalu banyak mendapat tekanan dengan nilai-nilai yang amat kaku, dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian, karena hal demikian menimbulkan konflik-konflik dalam diri sendir.



G.                IMPLIKASI TERHADAP PRAKTIK PELAYANAN BK

Apabila menyimak konsep kunci dari teori kepribadian Sigmund Freud, maka ada beberapa teorinya yang dapat aplikasikan dalam bimbingan, yaitu: 
1.      konsep kunci bahwa ”manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan”.  Konsep ini dapat dikembangkan dalam proses bimbingan, dengan melihat hakikatnya manusia itu memiliki kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian konselor dalam memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang dilakukan benar-benar efektif. Hal ini sesuai dengan fungsi bimbingan itu sendiri.
Mortensen (dalam Yusuf Gunawan) membagi fungsi bimbingan kepada tiga yaitu:
Ø  memahami individu (understanding-individu)
Ø   preventif dan pengembangan individual, dan
Ø   membantu individu untuk menyempurnakannya.
Memahami individu. Seorang guru dan pembimbing dapat memberikan bantuan yang efektif jika mereka dapat memahami dan mengerti persoalan, sifat, kebutuhan, minat, dan kemampuan anak didiknya. Karena itu bimbingan yang efektif menuntut secara mutlak pemahaman diri anak secara keseluruhan. Karena tujuan bimbingan dan pendidikan dapat dicapai jika programnya didasarkan atas pemahaman diri anak didiknya. Sebaliknya bimbingan tidak dapat berfungsi efektif jika konselor kurang pengetahuan dan pengertian mengenai motif dan tingkah laku konseli, sehingga usaha preventif dan treatment tidak dapat berhasil baik.
Preventif dan pengembangan individual. Preventif dan pengembangan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Preventif berusaha mencegah kemorosotan perkembangan anak dan minimal dapat memelihara apa yang telah dicapai dalam perkembangan anak melalui pemberian pengaruh-pengaruh yang positif, memberikan bantuan untuk mengembangkan sikap dan pola perilaku yang dapat membantu setiap individu untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
Membantu individu untuk menyempurnakan. Setiap manusia pada saat tertentu membutuhkan pertolongan dalam menghadapi situasi lingkungannya. Pertolongan setiap individu tidak sama. Perbedaan umumnya lebih pada tingkatannya dari pada macamnya, jadi sangat tergantung apa yang menjadi kebutuhan dan potensi yang ia meliki. Bimbingan dapat memberikan pertolongan pada anak untuk mengadakan pilihan yang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
2.      konsep kunci tentang “kecemasan” yang dimiliki manusia dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu  supaya mengerti dirinya dan lingkungannya; mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana; mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik dan bijaksana; mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama, sosial dalam masyarakatnya.
Dengan demikian kecemasan yang dirasakan akibat ketidakmampuannya dapat diatasi dengan baik dan bijaksana. Karena menurut Freud setiap manusia akan selalu hidup dalam kecemasan, kecemasan karena manusia akan punah, kecemasan karena tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan dan banyak lagi kecemasan-kecemasan lain yang dialami manusia, jadi untuk itu maka bimbingan  ini dapat merupakan wadah dalam rangka mengatasi kecemasan.

3.      konsep psikolanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang mengkritik, namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem pemebinaan akhlak individual, Islam menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik.

4.      teori Freud tentang “tahapan perkembangan kepribadian individu” dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini memberi arti bahwa materi, metode dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Oleh karena itu konselor yang melakukan bimbingan haruslah selalu melihat tahapan-tahapan perkembangan ini, bila ingin bimbingannya menjadi efektif.

Sumber:

Sumadi Suryabrata. 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali
Howard S. Fridman. 2006. Kepribadian. Jakarta: Erlangga
With Robert Fliess: The Complete Letters of Sigmund Freud to Wilhelm Fliess, 1887-1904, Publisher: Belknap Press, 1986, ISBN 0-674-15421-5
 Alwisol. (2008). Psikologi Kepribadian. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah




Tidak ada komentar:

Posting Komentar